SELAMAT DATANG, SELAMAT MELIHAT-LIHAT

30 April 2009

Stres Pengaruhi Daya Tahan Manula

Orang tua berisiko besar mengalami pengeroposan tulang. Dan mereka yang sering stres bisa mengalami masalah itu lebih awal, demikian hasil penelitian ilmuwan Swedia. Dalam studi ini mereka mendapati para manula yang dirawat di rumah sakit karena masalah tulang, mengalami kekambuhan setiap kali mereka mengalami masalah emosional. Secara detail mereka menyebutkan, kamarahan bisa meningkatkan kekambuhan hingga 12 kali. Adapun stress lainnya secara umum menimbulkan peluang kekambuhan hingga 20 kali. Untuk kesedihan bisa meningkatkan risiko kekambuhan hingga enam kali. Ternuan ini dipublikasikan dalam jurnal online BMC Geriatrics.

Sayang, studi ini tidak menjelaskan mengapa tekanan emosional dapat meningkatkan risiko kekambuhan. Namun, satu kemungkinannya adalah karena itu akan membuat perhatian manula terpecah sehingga mereka tidak lagi fokus memperhatikan kondisi tubuhnya, kata Dr. Jette Moller dan koleganya dari Institut Karolinska, di Stockholm.

Stress juga berpengaruh pada fokus visual manula. "Saya kira sangat bagus jika manula menyadari bahwa tekanan emosional dapat mempengaruhi perhatian mereka saat berjalan, berdiri, atau bahkan mengubah posisi," kata Moller pada Reuters Health.
Dia juga menambahkan, tekanan emosi tidak mungkin dihindari. Namun kita bisa mengatur reaksinya. Saat emosi tinggi, ada baiknya orang tua duduk saja hingga stres berlalu.
Studi ini melibatkan 137 pasien usia 65 tahun atau lebih yang dirawat karena panggul retak di dua rumah sakit. Perawat mewawancarai masing-masing pasien tentang kecelakaan yang terjadi dan aktivitasnya dua hari sebelum kecelakaan terkaji. Mereka juga ditanya apakah saat itu sedang mengalami tekanan emosional atau tidak.
Meski sebagian besar mengaku tidak mengalami tekanan emosional sebelum kecelakaan terjadi, namun sejumlah pasien mengaku sedang marah, stress, atau sedih sebelum jatuh.

Multivitamin Tak Banyak Membantu

Banyak orang beranggapan multivitamin dapat membantu mencegah berbagai penyakit. Karenanya, mereka rela mengeluarkan banyak uang untuk itu. Namun, sebuah studi baru menunjukkan penggunaan multivitamin tak banyak bermanfaat untuk mencegah kanker atau penyakit jantung. Penelitian lain yang dilakukan terhadap laki-laki juga menunjukkan hal serupa.

Penelitian dilakukan selama delapan tahun dengan melibatkan 161.808 wanita yang telah menopause. Kajian difokuskan pada penyakit kanker dan serangan jantung karena diet makanan kaya vitamin terbukti mampu mencegah penyakit tersebut.
Hasilnya, multivitamin terbukti tidak dapat menggantikan nutrisi makanan. Menurut Marian Neuhouser, peneliti dari Pusat Riset Kanker Fred Hut-chinson di Seattle, bagaimana pun makanan tetap lebih baik daripada suplemen.

Meski demikian bukan berarti multivitamin tak berguna sama sekali. Peneliti lain, Dr. Jo Ann Manson mengatakan, multivitamin tetap berguna bagi mereka yang memiliki kebiasaan makan yang buruk. Dalam studi ini peneliti menganalisis data dari wanita usia 50 tahun atau lebih. Di antara mereka hampir 42 persen menggunakan multivitamin secara rutin.
Setelah delapan tahun diketahui, baik mereka yang mengonsumsi vitamin maupun yang tidak, sama-sama menderita kanker, serangan jantung, dan masalah kardiovaskuler. Secara keseluruhan terdapat 9.619 kasus kanker, termasuk kanker payudara, paru, rahim, kolon, dan lambung.

Selain itu terdapat 8.751 orang yang menderita gangguan kardiovaskular termasuk serangan jantung dan stroke. Tak hanya itu, sebanyak 9.865 orang diketahui meninggal dunia.
Profesor Alice Lichtenstein, ahli gizi dari Universk tas Tufts yang tidak terlibat dalam studi ini mengatakan, penelitian ini patut diperhitungkan karena melibatkan banyak partisipan.

Malas Hubungan Intim, Kualitas Hidup Turun

Sebuah penelitian baru menegaskan bahwa wanita menopause yang menderita "hypoactive sexual desire disorder" (HSDD) atau nafsu seks rendah, memiliki kualitas hiclup yang lebih rendah dibanding mereka yang menikmati kehidupan seksnya meski telah berusia senja. Kenyataannya, kata peneliti, HSDD pada akhirnya dapat memicu timbulnya berbagai penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, osteoartritis, dan asma.
HSDD dikenal sebagai gejala hilangnya nafsu seksual karena stres berkelanjutan dan masalah interpersonal lainnya. Namun banyak pertanyaan muncul menyangkut apakah ia merupakan masalah tersendiri bagi perempuan, atau sekadar-gejala dari penyakit lain.
Temuan ini dipresentasikan oleh Dr. Andrea K. Biddle dan koleganya dari Universitas Carolina Utara dalam jurnal Value of Health. Dalam studi ini Biddle dan timnya mencermati data 1. 189 perempuan yang telah memasuki masa menopause, baik secara alami atau operasi ovarium, untuk melihat apakah HSDD mempengaruhi kesehatan mereka atau tidak.
Para partisipan berusia antara 30 hingga 70 tahun dan memiliki hubungan baik dengan pasangan setidaknya selama tiga bulan. Di antara mereka yang telah menopause, 6,6 persen menderita HSDD. Adapun yang menopause karena operasi yang menderita HSDD sebanyak 12,5 persen.
Peneliti menemukan mereka yang menderita HSDD merasa tidak puas pada kehidupan rumah tangganya, hubungan dengan pasangan tidak harmonis, dan depresi. Mereka ini juga diketahui lebih rentan terserang berbagai penyakit seperti nyeri punggung, mudah lelah, masalah daya ingat, juga depresi.

TERIMA KASIH TELAH MAMPIR DI BLOG INI